Senin, 23 Maret 2009

Mulai Hidup baru dengan Gaya hidup Sehat


Zaman memang sudah berubah, saat ini kehidupan yang dijalani oleh manusia sudah jauh berbeda. Polusi ada dimana-mana, makanan instant bertebaran dimana-mana, sehingga berbagai penyakit banyak bermunculan, Yaa..penyakit orang-orang modern…
Jika sudah begini, membayangkan untuk hidup didesa dengan makan apa yang ada disekitarnya, selalu menghirup udara yang sejuk…duh rasanya…seperti terbebas dari penyakit…
Saatnya kita menyadari pentingnya untuk hidup sehat. Meskipun harus tinggal di kota dan dijejali dengan berbagai macam makanan instant, tapi sebenarnya kita bisa menghindari atau paling tidak bisa meminimalisir dengan cara memilah dan memilih serta berusaha untuk hidup sehat. Menyadari pentingnya untuk hidup sehat memang tidak perlu menunggu harus merasakan sakit yang kemudian dengan terpaksa mengharuskan untuk menghindari gaya hidup yang tidak sehat. Untuk dari sekarang mulai tanamkan dalam diri serta keluarga untuk hidup sehat. Berikut adalah tips-tips yang bisa diterapkan dalam keluarga untuk merubah gaya hidup menjadi lebih sehat;

  1. Mengurangi makanan-makanan instant sebagai persediaan makanan keluargaSudah menjadi kebiasaan keluarga untuk selalu mempunyai persediaan makanan-makanan instans, mulai dari me instant, makanan dan minuman kaleng seperti kornet, sarden ikan, sampai pada jajanan keluarga. So, mulai saat ini hilangkan kebiasan itu dan gantilah persediaan makanan instant dengan buah dan makanan segar. Kebiasaan ini bisa dihilangkan sedikit demi sedikit. Pengalaman di keluargaku..biasanya setiap belanja bulanan selalu saja membeli me instant untuk persediaan, bisa sampe 1 kardus ..tapi kemudian perlahan-lahan dikurangi sampai akhirnya sudah tidak pernah lagi ada persediaan me instant…kalaupun pengen makan mee…dengan terpaksa membeli me telor dan diberi bumbu sendiri, yaa paling tidak sudah lebih sehat..
  2. Tidak menggunakan penyedap dalam memasak. Namanya juga penyedap rasa, jadi membuat makanan menjadi enak dan sedap..sehingga memanjakan lidah kita. Tapi sudah tidak asing lagi jika penyedap rasa merupakan salah satu yang penyebab kanker. Jadi mulai sekarang tinggalkan penyedap rasa dalam aktifitas memasak keluarga. Lidah kita ternyata hanya butuh kebiasaan. Jika lidah sudah terbiasa dengan makanan tanpa penyedap, maka ia akan sensitive jika memakan makanan dengan penyedap rasa.
  3. Mengurangi untuk makan di luar rumah. Aktifitas orang-orang modern yang serba ingin praktis memang menjadi penyebab mengapa harus lebih sering makan di luar rumah, apalagi beragam jenis makanan banyak sekali di luar. Tapi perlu diingat..bagaimanapun juga makan di rumah akan lebih sehat, karena kita sendiri tau bagaimana pengolahannya, kebersihannya, bahkan minyak goring yang dipakai. Sebaliknya di luar sana, kita gak tau bagaimana proses pembuatannya, berapa kali minyak goreng itu dipakai dan lain sebagainya. Ya..untuk keamanan, akan lebih baik kalo kita memasak makanan kita sendiri.
  4. Memilih Jajanan yang sehat. Saat ini berbagai macam jajanan banyak ditawarkan. Mulai dari snack ringan sampai yang berat-berat. Kita harus benar-benar selektif dalam memilih jajanan terutama untuk si kecil. Lebih baik kalau kita memilih jajanan pasar atau jajanan tradisional yang tidak banyak menggunakan bahan pengawet.
  5. Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Sayuran dan buah segar harus menjadi makanan utama yang wajib hukumnya untuk dikonsumsi setiap hari. Sebelum tidur, kita harus instropeksi diri, makanan apa yang sudah kita makan seharian bersama keluarga. Paling tidak sayur dan buah harus menjadi makanan wajib. Memilih sayur dan buah juga harus selektif. Akan lebih baik kalau kita bisa mengkonsumsi sayuran dan buah organik. Kalaupun belum bisa mengkonsumsi sayuran dan buah organik, sebaiknya kita bisa memilih, kira-kira sayuran dan buah apa yang tidak banyak mengandung pestisida. Sebagai contoh adalah apel. Buah apel adalah buah yang kadar gizinya tinggi dan bagus, tetapi saat ini buah apel juga menjadi buah yang paling tinggi kadar pertisidanya. So…akan lebih baik kalau kita memakan buah-buahan musiman dari kebun yang sekiranya tidak banyak menggunakan pestisida..
Demikian tips-tips hidup sehat untuk keluarga, semoga bisa menjadi inspirasi bagi keluarga Indonesia untuk bisa hidup lebih sehat dan terhindar dari berbagai macam penyakit.

Sabtu, 21 Maret 2009

HAK PEREMPUAN Vs HAK ANAK


Berbicara tentang hak perempuan sama saja dengan berbicara tentang HAM. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang melekat pada diri setiap orang sejak ia dilahirkan. Hak ini merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Karena sifatnya yang demikian, maka hak tersebut bersifat universal, dimiliki siapa saja, tidak peduli latarbelakang apapun. Hak ini tidak dapat dicabut atau dikurangi oleh siapapun, kecuali oleh Tuhan. Pada tanggal 10 Desember 1948, Hak Asasi Manusia dideklarasikan PBB dan kemudian disebut Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). DUHAM adalah puncak perjuangan manusia sedunia berabad-abad untuk menghentikan perang dan penindasan manusia atas manusia.

Perjuangan perempuan dalam memperoleh hak-haknya memang membutuhkan perjuangan yang sangat panjang, yang hingga saat ini masih terus diperjuangkan. Perempuan dalam paradigma Hak Asasi Manusia, memiliki seluruh potensi kemanusiaan sebagaimana yang dimiliki laki-laki. Karena itu, perempuan juga mempunyai hak untuk memilih dan dipilih, berhak untuk memimpin dan memutuskan serta menentukan sejarah kehidupan manusia.

Saat ini memang banyak perempuan yang sudah mempunyai kebebasan untuk mengekspresikan dirinya. Perempuan tidak lagi hanya berkutat pada urusan domestik rumah tangga. Tetapi banyak perempuan yang berkiprah dalam ruang publik dan sukses dalam memimpin suatu bidang. Sehingga peluang perempuanpun semakin terbuka untuk lebih banyak berkiprah di ruang publik. Salah satu bentuk proteksi yang telah dimainkan oleh perempuan adalah hadirnya UU No 23 tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Tidak disangsikan lagi bahwa perempuan mempunyai andil yang sangat luar biasa terhadap kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, peran perempuan dalam berbagai bidang memang sangat diharapkan. Namun demikian, muncul suatu dilema ketika perempuan harus berkiprah di ruang publik pada satu sisi, dan harus bereproduksi sebagai salah satu kodrat perempuan yang tidak dipunyai oleh laki-laki di sisi yang lain. Dilema ini terkadang menjadikan alasan bagi pihak-pihak tertentu untuk mendomistifikasi peran perempuan dalam rumah tangga.


Mengkompromikan antara hak perempuan dan hak anak

Anak memang anugerah yang luar biasa, anak adalah amanat yang harus dijaga dan dididik dengan baik oleh orang tua. Hak anak memang tidak banyak menjadi perbincangan, padahal seringkali hak anak juga banyak terabaikan oleh para orang tua. Hak anak tidak hanya hak untuk memperoleh pendidikan yang layak tetapi juga hak untuk bisa hidup sehat. Salah satu pendukung yang paling penting dalam kesehatan anak adalah ASI. ASI adalah hak anak yang harus dipenuhi oleh seorang ibu. Disini kemudian ketika seorang ibu harus bekerja, seringkali mengabaikan pemberian ASI kepada anaknya dan menggantinya dengan susu formula. Padahal banyak yang sudah mengetahui jika kandungan gizi pada susu formula tidak sebanding dengan ASI, meskipun susu formula yang dikonsumsi adalah susu yang paling mahal dengan merk terkenal sekalipun. Pemberian susu formula memang banyak menjadi pilihan yang paling mudah ketika seorang ibu harus bekerja kembali pasca melahirkan, karena selain praktis dan mudah untuk didapatkan, susu formula dianggap bisa menyamai kandungan gizi ASI. Iklan susu formula di berbagai tempat memang begitu menggiurkan, tidak hanya di media bahkan terkadang iklan susu ini juga merambah di berbagai klinik dan rumah sakit hingga mampu mengkonstruksi pikiran seseorang tentang susu.

Seorang perempuan yang berkiprah di ruang publik, bukan berarti harus mengabaikan hak anaknya untuk mendapatkan ASI secara eksklusif. Kondisi seperti ini bukan berarti harus membebani perempuan sebagai pihak yang bisa memberikan hak anaknya itu. Akan tetapi juga menjadi kewajiban bagi laki-laki (dalam hal ini adalah suami) untuk memberikan dukungan penuh dalam rangka menyukseskan pemberian ASI eksklusif terhadap sang anak. Pemberian ASI dari seorang ibu mustahil bisa tercapai dengan baik tanpa adanya dukungan dari suami. Disinilah sebenarnya terjadi kesetaraan peran antara laki-laki dan perempuan, sehingga hak perempuan dan hak anak sama-sama bisa dipenuhi dengan baik.

Seorang ibu bisa memeras ASI sesuai kebutuhan anak setiap kali akan bekerja, dan itu bisa dilakukan dengan baik, jika ibu mau berusaha untuk itu. Setiap ibu memiliki ASI sesuai kebutuhan bayi, hanya 1/1000 ibu sebenarnya yang tidak bisa memberikan ASI sesuai kebutuhan bayi, jadi sebagian besar ibu sebenarnya bisa memberikan ASI meskipun dia harus bekerja. Saat ini pemerintah melalui SKB 3 menteri (menteri kesehatan, pemberdayaan perempuan dan tenaga kerja) juga sudah mulai memberikan perhatian bagi ibu yang bekerja agar bisa tetap memberikan ASI kepada anaknya dengan mendorong para pengusaha untuk memberikan waktu bagi pekerja perempuan untuk memeras ASI pada saat jam kerja.

Jika ASI yang dimiliki ibu dianggap kurang, ibu bisa mencari donor ASI, sehingga tetap memberikan ASI kepada sang anak. Bagi orang muslim, hal ini sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw yang juga disusui oleh Halimatus Sa’diyah. Menyusukan kepada orang lain menjadi alternatif kedua ketika seorang ibu mempunyai masalah untuk memberikan ASI dari pada harus memberikan susu formula pada anak. Jadi sebenarnya susu formula menjadi solusi terakhir untuk kondisi yang betul-betul darurat, jika ibu betul-betul tidak bisa memberikan ASInya dan tidak mendapatkan donor ASI.

Saat ini (mulai tahun 2007) AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) juga menfasilitasi bagi ibu yang ingin membutuhkan donor ASI dan sebaliknya ibu yang ingin mendonorkan ASInya. AIMI akan mempertemukan pendonor dan orang yang membutuhkan donor ASI. Apa yang dilakukan AIMI memang perlu mendapat apresiasi, apalagi jika melihat para anggota yang tergabung dalam AIMI adalah para ibu yang bekerja tetapi masih bisa memberikan ASI eksklusif pada anaknya.

Dengan demikian maka, sekali lagi tidak ada alasan bagi ibu yang bekerja untuk tidak memberikan ASI pada anaknya. Karena ASI adalah hak anak. Dari sini sebenarnya antara hak perempuan dan hak anak sangat bisa dikompromikan tanpa harus mengabaikan salah satunya.

Kamis, 19 Maret 2009

SUSU TEMPE sebagai susu alternatif

Maraknya kecenderungan pemakaian terhadap susu formula memang menjadikan kegelisahan oleh beberapa pihak. Iklan-iklan susu yang sedemikian marak sangat berpengaruh terhadap konstruksi masyarakat terhadap susu. Padahal usia diatas 2 tahun atau setelah selesai ASI, seorang anak sudah tidak wajib untuk minum susu. Justru yang menjadi kewajiban untuk dimakan adalah buah dan sayur dan bukan susu. Mewajibkan untuk minum susu untuk anak usia diatas 2 tahun hanya akan membuat anak sulit dan menolak untuk makan sayur dan buah-buahan. Susu hanya kalsium dan fosfor yang sangat mudah didapatkan pada sayur-sayuran. Susu sapi terutama dalam bentuk bubuk sudah banyak diragukan kandungan gizinya. Mengapa?? Karena proses pembuatan susu dari susu segar menjadi bubuk telah banyak menghilangkan kadar gizi yang ada pada susu. Saat ini departemen kesehatan malah merekomendasikan untuk minum susu UHT (Ultra high Temperatur) di mana proses pengolahan susu diperpendek sehingga kadar gizi yang ada pada susu tidak banyak yang hilang sebagaimana susu bubuk. Akan tetapi susu UHT ini hanya bisa dikonsumsi oleh anak usia diatas 1 tahun dan tidak baik jika dikonsumsi oleh anak dibawah satu tahun.

Susu tempe bisa menjadi alternatif bagi para yng ibu yang meragukan kandungan gizi yang terdapat pada susu formula. Tempe tidak hanya mengandung protein yang sangat tinggi dan sangat aman untuk dikonsumsi oleh segala macam usia termasuk bayi dan lansia. Berbeda dengan susu kedelai yang masih mengundang kontroversi, tempe yang juga berasal dari kedelai yag diberi ragi ini juga mengandung zat antibakteri penyebab diare. Protein, lemak dan karbohidrat yang ada pada tempe sangat mudah dicerna oleh tubuh. Hal ini karena pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut).

Susu tempe juga bisa dibuat sendiri oleh para ibu, sehingga bisa dijamin proses pembuatannya tidak menggunakan pengawet. Cara pembuatannya, tempe diblender dengan air kemudian diperas dan diambil sarinya, setelah itu direbus sampai matang dan diperas kembali untuk diambil sarinya. Untuk bayi diatas satu tahun mungkin bisa diberikan sedikit gula. Sehingga lebih enak rasanya. Saat ini susu tempe mulai dikembangkan di Negara-negara maju. Sebaliknya di Negara berkembang seperti Indonesia yang merupakan daerah asli penghasil tempe, malah berlomba-lomba untuk minum susu formula. Lagi-lagi negara berkembang selaku menjadi korban. Padahal sudah jelas, bayak sekali kasus terjadi terkait dengan susu formula, seperti ditemukannya bakteri encobacter sakazaki, melamin dan lain sebagainya. Tetapi pemerintah dan BPOM tetaptidak mau memberitakan ke publik produk-produk susu formula bayi yang sudah tercemar. Hal ini mengindikasikan adanya “kongkalikong” dalam bisnis susu formula antara pemerintah dengan produsen susu. Jika sudah demikian, lagi-lagi siapa yang akan menjadi korban???yah pastinya masyarakat. Jadi kenapa kita tidak mencoba untuk mengkonsumsi susu tempe sebagai pengganti dari susu formula yang notabene lebih bergizi sebelum hak paten susu tempe diambil oleh negara lain. Selamat mencoba..!!!!

Rabu, 18 Maret 2009

ASI Vs Susu Formula



Memang tidak fair untuk membandingkan kedua jenis susu ini. Karena tentunya semua orang juga sudah tahu kalau ASI akan lebih segala-galanya. Kandungan-kandungan zat yang terdapat pada ASI tidak bisa digantikan dengan susu sapi ini. ASI mempunyai zat yang memang dibutuhkan oleh bayi, mulai untuk kecerdasan seperti omega 3, AADHA, sampai zat-zat untuk kekebalan tubuh yang melindungi dan langsung melawan penyakit yang datang menghampiri bayi. Tidak mengherankan jika anak anda jarang mengalami sakit kalau diberikan ASI.

Air susu ibu yang memiliki bayi prematur mengandung lebih banyak zat lemak, protein, natrium, klorida, dan besi untuk memenuhi kebutuhan bayi. Bahkan telah dibuktikan bahwa fungsi mata bayi berkembang lebih baik pada bayi-bayi prematur yang diberi ASI dan mereka memperlihatkan kecakapan yang lebih baik dalam tes kecerdasan. Selain itu, mereka juga mempunyai banyak sekali kelebihan lainnya.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan para ilmuwan Universitas Bristol mengungkap bahwa di antara manfaat ASI jangka panjang adalah dampak baiknya terhadap tekanan darah, yang dengannya tingkat bahaya serangan jantung dapat dikurangi. Kelompok peneliti tersebut menyimpulkan bahwa perlindungan yang diberikan ASI disebabkan oleh kandungan zat gizinya. Menurut hasil penelitian itu, yang diterbitkan dalam jurnal kedokteran Circulation, bayi yang diberi ASI berkemungkinan lebih kecil mengidap penyakit jantung. Telah diungkap bahwa keberadaan asam-asam lemak tak jenuh berantai panjang (yang mencegah pengerasan pembuluh arteri), serta fakta bahwa bayi yang diberi ASI menelan sedikit natrium (yang berkaitan erat dengan tekanan darah) yang dengannya tidak mengalami penambahan berat badan berlebihan, merupakan beberapa di antara manfaat ASI bagi jantung.(www.harunyahya.com). Bagitu banyaknya manfaat ASI sehingga lagi-lagi memang tidak fair, jika membandingkan ASI dengan Susu formula.

Yang menjadi persoalaan sebenarnya, bukan ketidaktahuan para ibu tentang kandungan gizi yang ada pada ASI. Tapi lebih kepada kesadaran untuk memberikan ASI secara eksklusif bahkan sampai dengan usia anak 2 tahun. Mengapa demikian??karena berbagai alasan seperti karena alasan kesibukan sang ibu, alasan ASI yang kurang dan lain sebagainya. Sehingga dengan mudah seorang ibu akan mengganti ASI dengan susu formula yang jelas-jelas merupakan susu sapi dan bukan susu manusia dengan tingkat kadar gizi yang tidak sebanding dengan ASI.

ASI eksklusif bagi Ibu yang bekerja

Sebenarnya tidak ada alasan untuk seorang ibu untuk tidak memberikan ASInya. Kasian jika seorang anak sampai tidak merasakan ASI dari ibunya. Karena ASI juga mempunyai manfaat jangka panjang bagi kehidupan anak ketika dewasa nanti. Bagi ibu bekerja sebenarnya bukan satu alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif pada anak. Ingat lo bu..ASI itu hak anak, jadi harus diberikan. Jangan sampai nanti anaknya menggugat ke komnas HAM karena tidak diberikan ASI. Astaghfirullah…insyaallah nggak yaa..??masak anak mau menggugat ibunya sendiri. Jadi, meskipun ibu harus bekerja, tetapi bukan menjadi penghalang untuk memberikan ASInya. Semua bisa disiasati. Ibu bisa memeras ASI setiap akan pergi bekerja. Memang pada awalnya akan susah. Tetapi kalau kita mau berusaha dan memprioritaskan itu, insyaallah itu tidak akan sulit. Pengalaman saya sendiri, setiap akan keluar rumah selalu memeras susu untuk anak sesuai kebutuhan anak. Pada awalnya memang hanya keluar sedikit 25 cc, tapi karena terbiasa diperas, maka ASI akan keluar sesuai kebutuhan. ASI bisa di simpan di kulkas dan bisa bertahan sampai delapan jam. Sedangkan ASI yang di simpan di freezer bisa bertahan sampai 2-3 bulan. Jadi kalaupun ibu harus dinas keluar kota sampai berhari-berhari, tetap masih bisa memberikan ASInya untuk anak. Meskipun ASI sudah dimasukkan dalam kulkas dan kandungan gizinya tidak seperti ASI langsung tetapi tetap lebih baik jika dibandingkan dengan susu formula. Sebenarnya semua ini terletak pada kemauan ibu. Banyak ibu yang tidak mau susah-susah memeras ASI, karena membutuhkan waktu dan tenaga, tetapi semua itu akan terbayar sebenarnya dengan melihat anaknya sehat dikemudian hari.

Banyak juga ibu yang mengeluh ASInya tidak banyak keluar. Padahal ASI itu keluar sesuai kebutuhan bayi hanya 1/1000 ibu yang mengalami hal tersebut. Artinya sebagian besar ibu sebenarnya dapat memberikan ASI eksklusifnya. Makanan yang dimakan ibu memang sangat berpengaruh pada banyaknya ASI. Oleh karena itu, ibu menyusui memang harus banyak memakan sayuran dan buah-buahan untuk memancing keluarnya ASI.

Susu formula : solusi terakhir??

Susu formula sebenarnya menjadi solusi bagi ibu yang benar-benar tidak bisa memberikan ASInya. Artinya, susu formula hanya bisa diberikan ketika sudah tidak ada alternatif lain. Ketika seorang ibu bermasalah dengan ASInya langkah yang harus ditempuh berikutnya sebenarnya adalah mencari orang lain yang bisa memberikan ASInya untuk anaknya (menyusukan kepada orang lain). Sebagai orang muslim, hal ini sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw yang juga disusui oleh Halimatus Sa’diyah. Menyusukan kepada orang lain menjadi alternatif kedua ketika seorang ibu mempunyai masalah untuk memberikan ASInya dari pada harus memberikan susu formula pada anak. Saat ini (mulai tahun 2007) AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) juga menfasilitasi bagi ibu yang ingin membutuhkan donor ASI dan sebaliknya ibu yang ingin mendonorkan ASInya. AIMI akan mempertemukan pendonor dan orang yang membutuhkan donor ASI. Hal ini karena kesadaran ibu untuk memberikan ASInya semakin meningkat meskipun hal ini tidak sebanding dengan gencarnya iklan-iklan susu formula yang ada di media.

Apa yang dilakukan AIMI memang suatu bentuk kemajuan, apalagi jika melihat para anggota yang tergabung dalam AIMI adalah para ibu bekerja tetapi masih bisa memberikan ASI eksklusif pada anaknya. Hal ini tentunya memberikan motivasi kepada ibu-ibu yang lain untuk memberikan ASI eksklusif.

Saat ini, kebanyakan dari para ibu memang mudah untuk memberikan susu formula. Karena susu formula memang sangat mudah ditemui dan di dapatkan, bahkan di warung-warung yang kecil. Tidak hanya praktis, susu formula juga sudah dikemas dalam berbagai jenis dan rasa, sehingga sangat menarik bagi anak (padahal dengan variasi rasa, gizi yang terkandung dalam susu formula juga akan semakin hilang). Apalagi harga susu formula juga bervariasi, bisa disesuaikan dengan kantong keluarga. Sehingga dengan mudah ibu mengganti ASInya dengan susu formula tanpa berusaha terlebih dahulu untuk memberi ASI ataupun mencari donor ASI. Jadi sebenarnya susu formula menjadi solusi terakhir dan dalam kondisi yang betul-betul darurat, jika ibu betul-betul tidak bisa memberikan ASInya dan tidak mendapatkan donor ASI.

Orang tua juga harus bisa bersifat kritis terhadap dokter. Tanpa bermaksud meragukan kapasitas dokter. Tetapi banyak sekali dokter yang tidak merekomendasikan ASI dan memprioritaskan pemberian ASI. Tidak heran jika dalam suatu klinik bersalin ataupun rumah sakit, seringkali ada kerjasama antara pihak rumah sakit atau klinik dengan suatu produsen susu terntentu. Untuk itu, lebih baik jika para orang tua lebih hati-hati dalam memilih klinik atau rumah sakit, karena ternyata beberapa rumah sakit menjadikan “ajang bisnis” dengan mempromosikan merk susu tertentu secara tidak langsung. Banyak sekali rumah sakit yang memberikan susu formula sesaat setelah bayi dilahirkan tanpa izin terlebih dahulu dengan orang tua sang bayi. Padahal menurut beberapa pakar kedokteran, bayi yang baru dilahirkan mempunyai kekuatan meskipun tidak diberikan susRata Penuhu selama 3 hari. Hal ini tentunya harus menjadikan orang tua kritis dan berhati-hati dengan dunia medis, karena dalam dunia medispun sendiri ternyata banyak sekali perbedaan dan pertentangan pendapat. Sehingga orang-orang awam yang notabene adalah pasien yang tidak pernah tahu menahu persoalan medis seringkali menjadi korban. Disini sebenarnya teori Michel Foucault tentang kekuasaan dan pengetahuan menjadi sangat relevan.

STOP Antibiotik untuk anak


Belum ada satu bulan anakku baru sembuh dari panas, batuk dan pilek, kemudian anakku sakit diare…apa ada yang salah dengan makananku yaa..seingatku tidak ada, aku memang orang yang cukup berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan, apalagi saat itu masih memberikan asi eksklusif untuk anakku. Selama tiga hari diare yang menyerang belum juga sembuh akhirnya aku dan suami membawanya ke dokter spesialis anak disebuah rumah sakit swasta yang sangat terkenal di kota Yogyakarta. Pagi itu dokter yng menangani anakku memberikan obat-obatan dan infuse untuk mengganti cairan tubuh yang hilang karena diare. Saat kami konfirmasi, obat apakah yang diberikan pada anakku, dokter tidak mau menjelaskan, dan terkesan tidak komunikatif, padahal dokter ini bergelar profesor. Gelar memang tidak menjamin orang untuk bisa diajak komunikasi dengan baik. Sehari setelah itu, anakku bisa di bawa pulang, karena aku merasa bisa dirawat dirumah. Ketika aku tanya sama perawat tentang obat yng diberikan, perawat menjawab, anakku diberikan antibiotik. Rasanya meledak dadaku mendengar perawat memberikan obat antibiotik pada anakku. Begitu mudahkah seorang dokter memberikan antibiotic pada anak??? Karena pada sakit sebelumnya, tanpa aku tahu dokter juga telah memberikan antibiotik pada anakku dan akhirnya anakku kembali sakit (diare) ..

Cerita diatas memang menjadi pelajaran untuk semua ibu-ibu, agar lebih berhati-hati ketika membawa anaknya berobat ke dokter. Banyak-banyaklah bertanya tentang resep-resep yang diberikan oleh dokter ataupun tentang penyakit serta penyebabnya anak secara mendetail. Sehingga dapat dipastikan obat yang diberikan benar-benar sesuai dengan kebutuhan anak. Sayangnya tidak semua dokter bisa diajak untuk berkomunikasi dengan baik. Padahal peran dokter tidak hanya memberikan resep, tetapi lebih dari itu memberikan informasi yang baik dan benar tentang penyakit yang di derita.

Pemberian antibiotik memang tidak boleh sembarangan. Tidak semua sakit butuh antibiotik. Pemberian antibiotik yang tidak dibutuhkan malah akan menjadi boomerang bagi badan. Apalagi ternyata penyakit-penyakit yang biasa menderita anak sebenarnya bisa sembuh dengan sendirinya tanpa diberi obat kimia. Memang sebagai orang tua kita selalu khawatir dengan penyakit yang menyerang pada anak-anak. Tetapi kepanikan hanya akan memberikan kondisi yang tidak lebih baik.

Setelah kejadian itu, aku berjanji untuk lebih berhati-hati ketika membawa anak ke dokter dan berusaha menangani kondisi sakit anak sendiri terlebh dahulu, serta tidak dengan mudah memberikan obat-obatan kimia pada anak.

Beberapa bulan kemudian anakku sakit lagi, aku mencoba menangani sendiri tanpa dokter dan obat kimia. Saat itu anakku sakit panas, dan mulai batuk. Aku memberikan kunyit dan sedikit kencur yang diparut dan diambil airnya, kuberikan 3x sehari tiga sendok. Untuk panasnya ku berikan bawang merah yang di tumbuk dan ditaruh di dahi. Alhamdulillah dua hari setelah itu sembuh. Setelah itu dia juga jarang sekali sakit. Ternyata resep tradisional bener-bener ampuh untuk mengobati sakit anakku. Semenjak itu, aku tidak pernah lupa untuk punya persediaan kunyit, jahe, kencur dan sejenisnya.

Selasa, 17 Maret 2009

Pentingkah Susu Formula????

Selama ini susu selalu menjadi superhero yang seolah-olah bisa menggantikan zat-zat yang terkandung dalam makanan dan asi. Hmmm…ternyata industri dan iklan susu sudah demikian masuk kedalam konstruksi pikiran manusia modern. Sehingga susu dianggap dewa dengan segala kandungan zat yang ada didalamnya, mulai dari khasiatnya yang menyehatkan sampai dianggap mencerdaskan otak anak. Sehingga tidak heran jika para orang tua selalu berlomba-lomba mencekoki anaknya dengan susu walaupun harga susu selalu terus naik. Berapapun naiknya harga susu, tetap akan terjangkau oleh orang tua yang berpenghasilan pas-pasan sekalipun, karena susu memang menjadi prioritas utama para orang tua yang ingin anaknya tumbuh sehat dan cerdas. Susu formula seringkali menjadi tempat untuk jaga gengsi para orang tua. Bagaimana tidak, jika sesama orang tua pada berkumpul dan menanyakan merk susu yang diminum anaknya, maka akan terlihat siapa yang lebih kaya dengan menunjukkan merk susu formula yang diminum oleh anaknya. Jadi, susu tidak hanya menjadi trend bagi orang tua yang ingin anaknya tumbuh sehat, tetapi juga sudah bergeser menjadi salah satu cara untuk menunjukkan status dan kekayaan orang tuanya.

Susu formula dikenal oleh masyarakat Indonesia melalui para penjajah. Susu menjadi makanan para penjajah Belanda masa itu, yang kemudian semakin dikenal popular di Indonesia. Padahal nenek moyang kita dulu tidak pernah minum susu, toh juga tetap sehat dan panjang umur. Konsumsi susu di Indonesia semakin tahun memang semakin meningkat, hal ini tidak hanya dipengaruhi oleh iklan-iklan susu yang sangat gencar, tetapi juga dipengaruhi oleh slogan “empat sehat lima sempurna” yang selalu didengungkan oleh dinas kesehatan dimanapun bahkan di sekolah-sekolah, yang mana baru-baru ini slogan “empat sehat lima sempurna” sudah mulai di revisi menjadi “gizi seimbang” karena slogan “empat sehat lima sempurna” dianggap menyesatkan karena seolah-olah susu menjadi penyempurna yang bisa menggantikan sayuran dan buah-buahan. Saat ini para orang tua lebih khawatir jika anaknya tidak doyan minum susu daripada tidak doyan sayuran dan buah-buahan. Padahal kandungan susu yang terdiri dari kalsium dan fosfor bisa digantikan dengan mudah oleh sayuran dan buah-buahan segar. Tetapi sebaliknya, kandungan zat-zat yang ada di dalam sayuran dan buah-buahan segar tidak mungkin bisa digantikan hanya dengan susu atau suplemen lainnya...Pengalaman saya sebagai seorang ibu muda ketika bertemu dengan sesama ibu-ibu muda. Seringkali para ibu ini mengeluh anaknya tidak doyan susu formula, padahal sudah dicoba berbagai merk susu. Tidak hanya itu, ada beberapa orang yang menyarankan kepada saya untuk menghentikan asi kepada anak saya sebelum menginjak usia 2 tahun, hal ini karena kebanyakan jika anak hanya minum asi hingga usia 2 tahun, maka sang anak akan menolak diberikan susu formula. Tidak hanya itu, jika seorang anak tidak mau makan, banyak ibu yang dengan mudah memberikan susu sebagai pengganti makanan. Bukannya membujuk dan memberikan makanan yang seimbang malah menggantinya dengan susu. Disinilah kemudian konstruksi masyarakat terhadap susu itu harus segera dirubah.


Susu dan Obesitas pada anak.

Susu dianggap menjadi penyebab obesitas pada anak. Hal ini juga dinyatakan oleh dr. Tan Shot yen, dokter ahli gizi yang sangat gencar menentang gerakan minum susu formula di Indonesia. Jujur saya sangat salut dengan dokter satu ini, karena berani untuk melawan arus pemikiran masyarakat kebanyakan bahkan pendapatnya seringkali berbeda denngan dokter kebanyakan.

Lagi-lagi karena orang tua sangat masih sangat percaya pada susu yang bisa mencerdaskan anak, maka konsumsi susu yang berlebihan pada anak-anak tanpa diimbangi dengan makanan bergizi yang lain mengakibatkan obesitas pada anak. Obesitas yang terjadi pada anak dibawah umur 12 tahun kemungkinan besar akan sulit untuk disembuhkan. Akan tetapi seringkali orang tua merasa bangga jika anaknya gemuk dan montok, karena dianggap sehat. Padahal obesitas menjadi penyebab dari berbagai macam penyakit kronis. Sehingga tidak mengherankan jika saat ini banyak orang dengan usia yang relative muda dan produktif sudah menderita berbagai macam penyakit.

Artikel singkat ini tidak bermaksud untuk mendiskreditkan susu sebagai biang keladi dari penyakit-penyakit kronis yang ada dalam masyarkat modern. Tetapi artikel ini hanya ingin mengajak terutama kaum ibu untuk lebih bijak memilih dan memberikan yang terbaik untuk anaknya. Karena susu bukanlah satu-satunya makanan yang paling bergizi yang bisa menggantikan makanan yang lain. Apalagi saat ini banyak sekali jenis susu yang beredar dengan berbagai rasa, tentunya dengan kadar gula yng tinggi, sehingga membuat kadar gizi yang terdapat dalam susu semakin hilang. Yang paling penting yang harus diperhatikan sebenarnya adalah memberikan gizi yang seimbang untuk buah hati tercinta.

Senin, 16 Maret 2009

PEMUDA SIAGA PEDULI BENCANA

Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rawan terhadap bencana, baik itu bencana alam maupun bencana yang disebabkan oleh tangan manusia. Secara geografis, Indonesia mempunyai banyak gunung berapi yang masih aktif hingga saat ini, diapit oleh dua lempeng samudera besar, hutan yang luas namun perlahan tapi pasti mulai terkikis oleh tangan-tangan manusia. Kondisi yang demikin mengakibatkan bencana di wilayah Indonesia, baik dalam skala kecil maupun besar, seperti tsunami yang terjadi di Aceh maupun gempa yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Melihat kondisi geografis Indonesia yang demikian, maka tidak mengherankan jika bencana menjadi suatu rutinitas yang siap datang kapan saja. Hal ini sebenarnya bisa diatasi dan diantisipasi oleh masyarakat sendiri, mengingat bencana alam adalah bencana yang tidak bisa kita tolak dan hanya bisa diatasi dengan kesiapan dan kesiapsiagaan masyarakat. Meskipun kesadaran akan bencana yang siap datang serta kesiagaan akan bencana sudah ada, namun yang menjadi persoalan selama ini adalah tidak adanya menegement yang baik dalam menghadapi bencana. Hal ini sebenarnya menjadi tugas pemerintah untuk membuat aturan dan menegemen bencana yang baik. Pemerintah baru tersadar ketika bencana besar dan beruntun melanda sejumlah kawasan di Indonesia beberapa tahun belakangan ini, yang sebenarnya merupakan bencana alam yang rutin datang melanda, hanya saja dengan siklus waktu yang berbeda. Mulai dari tsunami Aceh, gempa di Nias, Yogyakarta hingga Nabire. Sebuah pelajaran yang sangat berharga baik untuk masyarakat maupun pemerintah untuk selalu bersiapsiaga terhadap bencana yang akan datang.

Pada dasarnya di setiap daerah, masyarakat sudah mempunyai kearifan lokal tersendiri dalam mengantisipasi bencana. Akan tetapi hal ini tidak dibarengi dengan menejemen bencana yang baik yang seharusnya dibuat oleh pemeritah, baik pemerintah daerah maupun pusat, sehingga terjadi koordinasi yang baik antara masyarakat dengan pemerintah. Jika hal ini dapat dilakukan dengan baik bukan tidak mungkin kita sebagai bangsa mampu menghadapi beragam bencana secara mandiri tanpa bantuan oleh pihak asing, sebagaimana yang biasa terjadi saat ini.

Bencana memang banyak mendatangkan berbagai krisis kesehatan, baik itu krisis korban massal, konsentrasi pengungsi, masalah pangan dan gizi, ketersediaan air bersih, sanitasi lingkungan, gangguan sektor, penyakit menular, lumpuhnya pelayanan kesehatan, masalah post traumatic stress, kelangkaan tenaga kesehatan dan dikoordinasi. Karena itulah pemerintah dibawah kepemimpinan Siti Fadilah Supari yang menjabat sebagai menteri kesehatan membentuk pemuda siaga peduli bencana (Dasipena) sebagai salah satu upaya pemerintah dalam penanganan bencana khususnya penanganan dalam bidang kesehatan.


Dasipena didirikan di sembilan regional yang meliputi; Makassar, Manado, Medan, Riau, Lampung, Jakarta, Semarang, Surabaya dan Denpasar dan melibatkan kurang lebih 6000 pemuda. Pilihan membentuk lembaga peduli bencana yang melibatkan pemuda memang sangat tepat mengingat pemuda merupakan elemen masyarakat dengan usia produktif dan mempunyai kondisi fisik yang baik sehingga sangat potensial untuk diberdayakan. Ini merupakan salah satu terobosan pemerintah di bidang kesehatan dalam rangka pelayanan kesehatan pasca terjadinya bencana. Dengan demikian, penanganan bencana akan lebih mudah untuk dikendalikan dan ditangani karena dapat dikoordinasi dengan baik melalui dasipena.(www.depkes.go.id)


Dengan dibekali ketrampilan dan pengetahuan mengenai penaggulangan kesehatan, para pemuda diharapkan menjadi garda depan dalam membantu korban bencana. Pendirian Dasipena ini merupakan langkah yang sangat tepat, karena memang melibatkan masyarakat secara langsung untuk bisa berpartisipasi dalam menangani krisis kesehatan akibat bencana, yang mana dalam hal ini pemerintah memang tidak bisa berjalan sendiri tanpa melibatkan masyarakat. Kesiapsiagaan para pemuda dalam keikutsertaannya menangani bencana yang ada di dalam negeri, menjadi tonggak kemandirian bangsa ini dalam mengatasi krisis di negerinya sendiri. Hal ini secara tidak langsung mempunyai dampak yang luar biasa bagi kedaulatan bangsa karena berusaha untuk mandiri dalam menghadapi segala situasi, sehingga dapat meminimalisir ketergantuangan bangsa ini terhadap bantuan asing yang tentunya tidak bebas dari kepentingan.

Sabtu, 14 Maret 2009

Penataan Angkringan dan Warung Lesehan dalam Mengembangkan Wisata Kuliner di kota Yogyakarta


Yogyakarta memang menyimpan sejuta potensi wisata yang cukup kaya dan beragam. Mulai dari wisata alam seperti pantai parangtritis dan gunung merapi, hingga wisata budaya seperti kraton, candi dan khazanah seni budaya lainnya dapat dengan mudah kita jumpai di Jogja. Karenanya, tak heran bila banyak wisatawan, baik dari dalam maupun luar negeri, yang menjadikan Yogyakarta sebagai tujuan utama wisata mereka setelah Bali.

Setiap wisatawan yang datang dan singgah di Yogyakarta, tentunya bukan sekedar bertujuan untuk melihat-lihat keindahan alam dan keunikan budaya Jogja, melainkan lebih dari itu mereka juga pasti penasaran dan ingin mencicipi masakan khas yang ada di Yogyakarta.

Tidak banyak yang tahu bahwa sebenarnya Yogyakarta menyimpan banyak sekali makanan tradisional seperti “jadah ketan tempe bacem”, “sego abang lombok ijo” , ronde, bajigur, bahkan model tempat makan seperti “warung angkringan” dan “warung lesehan”, yang menurut kita yang tinggal di Yogyakarta ini nampak “biasa-biasa” saja menjadi daya tarik tersendiri yang tidak sedikit membuat orang luar Jogja penasaran untuk mencicipinya.

Oleh sebab itu, perlu kiranya kita menggali kembali khazanah kuliner Jogja yang sebenarnya begitu kaya itu untuk kemudian “dikelola” sehingga layak “jual” bagi wisatawan. Karena bila kita bisa mengemas potensi kuliner dengan baik dan menarik, bukan tidak mustahil justru khazanah kuliner itulah yang akhirnya menjadi daya tarik utama para wisatawan untuk datang ke Jogja.

Mengembangkan potensi wisata kuliner menjadi semakin penting karena dalam beberapa tahun belakangan ini muncul kecenderungan kuat di kalangan kelas menengah dan masyarakat urban yang menjadikan makan bukan lagi sekedar memenuhi kebutuhan biologis untuk mengisi perut yang lapar, melainkan makan telah berubah fungsi menjadi gaya hidup yang didalamnya terdapat relasi-relasi sosial, ekonomi dan budaya yang saling berkaitan. Sehingga tidak sedikit di antara mereka yang harus pergi keluar kota atau minimal ke luar rumah hanya untuk mencari makan atau rumah makan. Sebuah keluarga yang tinggal di Bantul, misalkan, tidak jarang setiap hari minggu memiliki agenda makan siang besama di sebuah rumah makan yang terletak di Jalan Kaliurang. Padahal bisa saja keluarga itu memasak sendiri untuk dimakan bersama keluarganya begitu juga sebaliknya. Tapi karena makan telah menjadi kebutuhan sosial berupa jalan-jalan di hari libur bersama keluarga, maka mereka lalu memilih makan bersama di luar rumah.

Budaya angkringan dan warung lesehan sebenarnya menjadi salah satu aset wisata kuliner yang selama masih diremehkan. Angkringan dan warung lesehan seringkali dianggap sebagai tempat murahan yang hanya mengotori pemandangan kota Yogyakarta. Padahal jika keduanya di tata dengan sedemikian rupa, akan menjadi tempat tujuan wisata kuliner bagi para penikmat makanan tradisional. Karena tujuan dari wisata kuliner tidak hanya sekedar ingin merasakan makanan khas daerah, tetapi lebih dari itu wisata kuliner seharusnya juga dipadukan dengan tradisi dan budaya yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini misalnya, angkringan. Angkringan adalah suatu model warung kaki lima yang hanya ada di kota Yogyakarta dan Solo, dan jarang kita mendapatinya di kota lain. Inilah yang sebenarnya juga menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung kota Yogyakarta. Mereka akan merasakan budaya makan di angkringan dan lesehan yang mungkin jarang di temui terlebih oleh wisatawan dari mancanegara.