Sabtu, 14 Maret 2009

Penataan Angkringan dan Warung Lesehan dalam Mengembangkan Wisata Kuliner di kota Yogyakarta


Yogyakarta memang menyimpan sejuta potensi wisata yang cukup kaya dan beragam. Mulai dari wisata alam seperti pantai parangtritis dan gunung merapi, hingga wisata budaya seperti kraton, candi dan khazanah seni budaya lainnya dapat dengan mudah kita jumpai di Jogja. Karenanya, tak heran bila banyak wisatawan, baik dari dalam maupun luar negeri, yang menjadikan Yogyakarta sebagai tujuan utama wisata mereka setelah Bali.

Setiap wisatawan yang datang dan singgah di Yogyakarta, tentunya bukan sekedar bertujuan untuk melihat-lihat keindahan alam dan keunikan budaya Jogja, melainkan lebih dari itu mereka juga pasti penasaran dan ingin mencicipi masakan khas yang ada di Yogyakarta.

Tidak banyak yang tahu bahwa sebenarnya Yogyakarta menyimpan banyak sekali makanan tradisional seperti “jadah ketan tempe bacem”, “sego abang lombok ijo” , ronde, bajigur, bahkan model tempat makan seperti “warung angkringan” dan “warung lesehan”, yang menurut kita yang tinggal di Yogyakarta ini nampak “biasa-biasa” saja menjadi daya tarik tersendiri yang tidak sedikit membuat orang luar Jogja penasaran untuk mencicipinya.

Oleh sebab itu, perlu kiranya kita menggali kembali khazanah kuliner Jogja yang sebenarnya begitu kaya itu untuk kemudian “dikelola” sehingga layak “jual” bagi wisatawan. Karena bila kita bisa mengemas potensi kuliner dengan baik dan menarik, bukan tidak mustahil justru khazanah kuliner itulah yang akhirnya menjadi daya tarik utama para wisatawan untuk datang ke Jogja.

Mengembangkan potensi wisata kuliner menjadi semakin penting karena dalam beberapa tahun belakangan ini muncul kecenderungan kuat di kalangan kelas menengah dan masyarakat urban yang menjadikan makan bukan lagi sekedar memenuhi kebutuhan biologis untuk mengisi perut yang lapar, melainkan makan telah berubah fungsi menjadi gaya hidup yang didalamnya terdapat relasi-relasi sosial, ekonomi dan budaya yang saling berkaitan. Sehingga tidak sedikit di antara mereka yang harus pergi keluar kota atau minimal ke luar rumah hanya untuk mencari makan atau rumah makan. Sebuah keluarga yang tinggal di Bantul, misalkan, tidak jarang setiap hari minggu memiliki agenda makan siang besama di sebuah rumah makan yang terletak di Jalan Kaliurang. Padahal bisa saja keluarga itu memasak sendiri untuk dimakan bersama keluarganya begitu juga sebaliknya. Tapi karena makan telah menjadi kebutuhan sosial berupa jalan-jalan di hari libur bersama keluarga, maka mereka lalu memilih makan bersama di luar rumah.

Budaya angkringan dan warung lesehan sebenarnya menjadi salah satu aset wisata kuliner yang selama masih diremehkan. Angkringan dan warung lesehan seringkali dianggap sebagai tempat murahan yang hanya mengotori pemandangan kota Yogyakarta. Padahal jika keduanya di tata dengan sedemikian rupa, akan menjadi tempat tujuan wisata kuliner bagi para penikmat makanan tradisional. Karena tujuan dari wisata kuliner tidak hanya sekedar ingin merasakan makanan khas daerah, tetapi lebih dari itu wisata kuliner seharusnya juga dipadukan dengan tradisi dan budaya yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini misalnya, angkringan. Angkringan adalah suatu model warung kaki lima yang hanya ada di kota Yogyakarta dan Solo, dan jarang kita mendapatinya di kota lain. Inilah yang sebenarnya juga menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung kota Yogyakarta. Mereka akan merasakan budaya makan di angkringan dan lesehan yang mungkin jarang di temui terlebih oleh wisatawan dari mancanegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar